ABK Menjadi Korban Perbudakan, DPR Minta Pemerintah Segera Bertindak

26-01-2017 / KOMISI IX

Anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan Taiwan dilaporkan menjadi korban perbudakan dan perdangan manusia. Menanggapi hal itu Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf Macan Effendi meminta pemerintah segera bertindak menghubungi perwakilan Indonesia di Taiwan untuk membantu penyelidikan dan menyelamatkan masalah perbudakan yang kerap menimpa ABK.

 

“Kita wajib memberi perlindungan kepada ABK. Maka dari itu Pemerintah harus segera mengirim dan menghubungi perwakilan Indonesia di Taiwan untuk membantu penyelidikan,” kata Dede di Gedung Nusantara I, DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (26/01/2017).

 

Lebih lanjut politisi Partai Demokrat itu mengatakan, di seluruh dunia berlaku Maritime Labour Convention (MLC) yaitu aturan guna memberi pelindungan kepada para ABK. Indonesia pun sudah meratifikasi konvensi itu. Namun dirinya tidak tahu apakah Taiwan sudah meratifikasi atau belum, sebab Indonesia tidak ada hubungan diplomatik dengan Taiwan.

 

“Masalahnya kita tidak ada hubungan diplomatik dengan Taiwan, dan kita tidak tahu apakah Taiwan sudah meratifikasi MLC atau belum. Namun, paling tidak ini sudah menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak membiarkan ABK kita bekerja pada kapal yang tidak memiliki aturan,” tegasnya.

 

Untuk itu, Dede meminta pemerintah berbicara kepada Taiwan untuk memberi sanksi kepada perusahaannya yang telah melakukan perdagangan manusia dan perbudakan kepada ABK Indonesia.

 

“Ini jangan terjadi lagi, kita harus membuat atruan main, ABK diberikan daftar negara yang tidak memiliki MLC agar berhati-hati,” tegas politisi asal dapil Jawa Barat itu.  

 

Sementara, terkait terjadinya diskriminasi terhadap ABK yang tidak memiliki kemampuan, Dede meminta pemerintah menyelidiki perusahaan yang diduga merekrut, menyalurkan, dan mempekerjakan ABK secara ilegal. Ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang mudah sekali memberikan izin bagi ABK yang ingin bekerja di laut.

 

“Ini yang harus dikoreksi kenapa mudah diberi izin. Harusnya diberi pelatihan dulu, sertifikasi harus jelas, ini harus dipikirkan ke depan, tidak boleh merekrut orang dengan mudah lalu di berangkatkan,” katanya.

 

Mudahnya pemberian izin itu yang dinilai Dede membuat ABK mengalami diskriminasi, sebab mereka yang berakat rata-rata hanya lulusan SMA yang diiming-imingi dengan gaji besar.

 

“Saya sering mendapat laporan dari ABK mereka hanya lulusan SMA, ditawari kerja lalu ditempatkan di kapal tanpa mengetahui tentang bagaimana ini dan itu, sehingga ada diskriminasi seolah-olah orang kita tidak tahu apa-apa. Ini harus dikoreksi,” tegasnya. (rnm)/foto:iwan armanias/iw.

BERITA TERKAIT
Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Komisi IX Minta Masyarakat Tak Panik
10-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengapresiasi langkah cepat Kementerian Kesehatan terkait ditemukannya virus Human...
Dukung MBG, Kurniasih: Sudah Ada Ekosistem dan Ahli Gizi yang Mendampingi
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyatakan dukungannya terhadap implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Nurhadi Tegaskan Perlunya Pengawasan Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menegaskan komitmennya untuk mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Dukung Program MBG, Legislator Tekankan Pentingnya Keberlanjutan dan Pengawasan
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Pemerintah secara resmi meluncurkan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) pada 6 Januari 2025 di 26 provinsi. Program...